Jika anda dihadapkan pada pilihan “memilih sekolah SMA atau SMK?”, “memilih masuk D3 atau S1?”, “memilih lulusan D3 atau S1?”, “memilih lulusan luar negeri atau lulusan lokal?”, penjelasan dari ibu Megawati membantu menjelaskan permasalahannya. Beliau menyebutkan bahwa perbedaan yang terjadi antara vokasi dan akademik bisa diatasi dengan kerangka kualifikasi sebagai tolak ukur kemampuan, sebagai contoh pada kasus pembatasan bahwa D3 masih berada dibawah S1 dinilai masih kurang tepat jika dilihat dari fungsi, kemampuan, dan keahlian seseorang. Jika sebuah perusahaan membutuhkan lebih banyak “pekerja ahli” daripada “ahli” maka pilihan lulusan D3 akan lebih sesuai daripada lulusan S1, hal ini bukan berarti S1 tidak ahli, namun lebih pada aplikasinya di lapangan yang akan lebih sesuai untuk lulusan D3 daripada S1.
Ibu Melania juga menjelaskan bahwa sistem pendidikan lebih baik didorong agar bisa mengasilkan tenaga kerja atau SDM yang bisa memuaskan demand yang ada di pasar dengan penyesuaian program. Analisa kondisi pasar tenaga kerja diperlukan agar bisa dilihat permintaan tenaga kerja yang masih akan ada di masa datang dan sektor tenaga kerja yang akan hilang. Pendidikan di perguruan tinggi juga bisa disesuaikan dengan hasil akhir yang ingin dicapai, jika pada hasil akhir suatu mata kuliah tidak bisa menghasilkan mahasiswa yang memiliki pemahaman hingga praktek langsung ilmu yang didapat maka perancangan mata kuliah tersebut harus dilakukan perancangan ulang agar mencapai hasil akhir (mahasiswa) yang profesional.
Pengayaan ini juga menunjukkan batasan kualifikasi yang digunakan pada tingkat internasional. Hal ini merupakan informasi yang sangat berguna dalam mencetak lulusan yang bisa bersaing hingga tingkat internasional. Perbedaan kemampuan dan pengetahuan pada lulusan internasional bisa ditutupi atau diatasi dengan menggunakan parameter yang juga digunakan di negara lain, yang mana parameter tersebut mencakup kemampuan di bidang kerja, pengetahuan yang dikuasai, dan kemampuan manajerial. Dengan mengetahui parameter tersebut, pihak pendidikan bisa menyusun dan merancang program pendidikan yang masih masuk dalam parameter dan mencetak lulusan serta tenaga ahli yang bisa bersaing di dunia internasional.
Beliau menambahkan sedikit dalam pengayaan ini kalau dalam beberapa waktu ke depan akan masuk perguruan-perguruan tinggi internasional ke Indonesia, dan perguruan-perguruan tinggi tersebut juga akan membawa pengajaran dan budaya masing-masing negara. Hal ini juga menjadi perhatian karena tidak ada bedanya dengan serangan budaya asing ke Indonesia, maka perguruan-perguruan tinggi lokal pun tidak boleh melupakan pengajaran mengenai budaya, sejarah, dan watak Indonesia kepada mahasiswanya. Walaupun tujuan akhir dari pengajaran di perguruan tinggi adalah mencetak lulusan dan tenaga ahli yang bisa bersaing di tingkat internasional, jati diri atau identitas bangsa dari individu tersebut tidak boleh tergerus oleh budaya asing, sehingga individu tersebut bisa mewakili Indonesia (secara keseluruhan) di tingkat internasional.
Setelah kegitan workshop ini, Prodi S1 dan S2 Fisika akan lebih mengoptimalkan penerapan KKNI. Semangat pembaharuan yang telah didapatkan selama workshop diharapkan akan menambah wawasan dosen di dalam meningkatkan kualitas kegiatan belajar dan mengajar.